Jika semua telah sesuai dengan prosedur sebagaimana ketentuan diatas merupakan suatu hal yang teramat sangat aneh jika masih maraknya kejadian konflik lahan.
Sejumlah kejadian perebutan kekuasaan atas tanah menandakan bahwa ada kemungkinan Konflik Lahan sengaja diciptakan demi suatu kepentingan dan keuntungan bagi segelintir oknum manusia dengan kepentingan Individualismenya masing-masing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Konflik lahan memberikan signalement adanya sesuatu perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mungkin saja adanya penyampaian persyaratan yang dimaksud dengan memberikan lampiran hasil dari rekayasa dokumen atau dengan membuat dan mempergunakan dan/atau menyuruh orang lain mempergunakan sesuatu dokumen palsu yang dijadikan seakan-akan tidak palsu, khususnya untuk dokumen tentang pelepasan tanah hak milik adat, surat-surat bukti perolehan tanah lainnya termasuk dokumen menyangkut pemberian ganti rugi atas tanah yang akan dikuasai.
Contoh adanya kejadian bagaimana masyarakat dianggap oleh pihak investor masing-masing memiliki bidang tanah seluas 8 Ha (Delapan Hektar) dan diberikan ganti rugi masing-masing hanya sebesar Rp. 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah).
Artinya adanya upaya melakukan rekayasa dan manipulasi tentang luasan bidang tanah masyarakat dan harga tanah masyarakat tidak lebih mahal daripada harga sebuah permen murahan sekalipun, yaitu dengan harga rata-rata yang tidak sampai Setengah Rupiah, hanya seharga Rp. 0,125,00 (Seratus Dua Puluh Lima Sen) per Meter persegi. Sesuatu yang memberikan gambaran betapa tidak berharganya harta kekayaan bangsa.
Konflik lahan juga memberikan petunjuk kepada publik bahwa lemahnya atau mungkin saja tidak ada sama sekali komunikasi dan konsolidasi lintas sektoral antara pihak BPN selaku Leading Sektor penerbitan HGU dengan Pihak Pemerintah Daerah sebagai pemungut Pajak dan Retrebusi Daerah berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).