Modus operandinya dengan memanfaatkan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap hukum diruang lingkup pertanahan seperti tentang Hak Guna Usaha (HGU), Izin Prinsip dan Izin Lokasi, menjadi pasar sejahtera kegiatan jual beli kekuasaan antara pembuat kebijakan dengan pihak pembeli kebijakan yang menempatkan hukum tunduk dan takluk dibawah kekuasaan.
Konflik lahan tidak akan pernah berakhir sebelum adanya ketegasan para penguasa pembuat kebijakan untuk mengevaluasi dan menginventarisir HGU yang diterbitkan, sejauh mana kebenarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta sesuai dengan ketentuan tentang pelimpahan hak pemberian Hak Guna Usaha (HGU) termasuk menkaji bagaimana Keputusan Tata Usaha Negara tersebut diproses menyangkut tentang keabsahan perbuatan dan keabsahan hukum pemberian Izin Lokasi, Izin Prinsip dan serta bagaimana Izin Usaha Perkebunan (IUP) serta HGU itu sendiri diberikan.
Kenyataannya konflik lahan merupakan petunjuk utama akan adanya kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa membuktikan bahwa terdapat perebutan kepentingan kekuasaan yang terjadi dalam dan menjadi penyebab utama terjadi perebutan kepentingan hak penguasaaan atas tanah sebagai salah satu anugerah Tuhan.
Perebutan hak yang didasari dengan perseteruan adu kekuatan kekuasaan para pihak yang bertikai, tidak satu pihakpun yang mau menerima kekalahan dan kesalahan. Fakta yang ada menunjukan bahwa pertikaian yang terjadi tidak hanya antara masyarakat dengan investor akan tetapi terjadi pada banyak sisi, dimana adanya rasa tidak percaya akan kemampuan serta keberpihakan pihak penguasa pembuat kebijakan.
Pemerintah dengan hak dan kewenangan yang dimiliki dinilai lebih dominan menunjukan sikap keberpihakan terhadap penerima HGU, dimana mereka dinilai telah dengan sengaja mengabaikan kebenaran fakta physik dan fakta yuridis menyangkut hak penguasaan atas tanah ataupun telah dengan sengaja mengabaikan hak-hak masyarakat. Suatu keadaan yang begitu Ironis dimana oknum Pejabat dan/atau Penyelenggara Negara yang berbuat akan tetapi hukum yang dihujat dengan kata-kata “hukum tajam kebawah tumpul keatas”.