Tidak hanya sebatas itu kejadian yang terjadi disebabkan karena pihak oknum penjual tidak perduli akan hilangnya harkat dan martabat serta harga diri sebagai penyelenggara negara ataupun pejabat negara, akan tetapi menunjukan Moralitas yang rendah dari oknum pelaku, yang tidak lebih mulya daripada Moral pelaku penyakit masyarakat yang melacurkan diri demi uang.
Ukuran harga dirinya hanya sebatas alat pemenuh nafsu serakah status sosial, tanpa disadari dari transaksi haram sebagaimana yang didugakan diatas akan melahirkan suatu pergeseran terhadap Kredibilitas dan Akuntabilitas Pemerintahan serta merubah makna konstitusional daripada PNBP yang semula berarti Pendapatan Negara Bukan Pajak berubah menjadi Pendapatan Negara Buat Pribadi.
Untuk penghasilan negara diatur dengan Peraturan Pemerintah yang mengatur Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sementara untuk pendapatan daerah ada yang namanya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ditetapkan dan diatur dengan Undang – Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retrebusi Daerah.
Tujuan penerbitan Undang-Undang tersebut untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan Akuntabilitas Daerah (local accountability). Akan tetapi untuk Perkebunan terdapat pengecualian dengan tidak dikenakan kewajiban atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sehubungan dengan adanya kebijakan Pemerintah Pusat melakukan pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah, sebagaimana amanat Undang-Undang Pajak dan Retrebusi Daerah yang dimaksud telah memberikan amanah kepada pemerintah untuk menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan.
Oleh karena itu maka pemerintah telah menerbitkan seluruh peraturan pelaksanaan dan petunjuk tekhnis yang diamanatkan oleh undang-undang, yang terdiri dari 2 (Dua) Peraturan Pemerintah, 2 (Dua) Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, 4 (Empat) Peraturan Menteri Keuangan, dan 1 (Satu) Peraturan Menteri Dalam Negeri.