Suatu pengakuan tertulis pada suatu fakta administrasi dan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki ancaman hukuman pidana yang cukup berat yaitu diatas 5 (Lima) tahun penjara dan denda sebanyak 4 (Empat) kali lipat dari PNBP terhutang.
Fakta hukum lainnya yang mendasari pemikiran adanya praktek pasar gelap kekuasaan yang justru berasal dari Institusi Pemerintah yang memberikan keterangan secara bertanggung jawab pada suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dengan pernyataan untuk HGU dengan ukuran lahan atau tanah seluas 2.359,12 Ha (Dua Ribu Tiga Ratus Lima Puluh Sembilan koma Dua Belas Hektar) dengan tanpa memberikan pemasukan pada kas negara sepeserpun alias Rp.0 (Nol Rupiah).
Fakta yang menunjukan adanya indikasi perbuatan oknum Pejabat Negara yang telah dengan sengaja diatas suatu Keputusan Tata Usaha Negara dengan melakukan sesuatu perbuatan yang merendahkan dan/atau menjadikan penguasaan negara atas Sumber Daya Alam (SDA) tidak memiliki harga sama sekali, bahkan tidak lebih berharga dibandingkan dengan barang rongsokan yang dipungut oleh pemulung di tempat – tempat pembuangan sampah.
Berdasarkan perspektif Causalitas dan Fiksi Hukum jelas kedua fakta tersebut menunjukan kejadian tersebut disebabkan karena adanya hubungan emosional dengan ukuran kedekatan yang timbal balik antara kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan keuangan.
Tentunya hubungan kedekatan timbal balik tersebut akan terjadi di pasar gelap kekuasaan.
Secara Normatif tidak mungkin seorang Pejabat Negara maupun Penyelenggara Negara akan berani dengan tanpa moral melakukan perbuatan yang diketahui dan disadari bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa adanya permupakatan yang saling menguntungkan para pihak sebagai pelaku transaksi di Pasar Gelap Kekuasaan.
Dengan Kekuasaan Keuangan dapat membeli Kekuasaan Pemerintahan setidak-tidaknya dalam ruang lingkup hak dan kewenangan dalam membuat kebijakan, serta dapat dan mampu melumpuhkan hukum, memberikan kemudahan sesuai dengan keinginan pembeli, dengan orientasi memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pihak pembeli. Serta dengan sikap tega menkhianati amanat rakyat yang diterima dibawah kekuatan sumpah jabatan, atau mungkin saja masyarakat telah salah menitipkan amanah kekuasaan.