Sekurang-kurangnya terdapat 6 (enam) peraturan pelaksanaan Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2009 yang berkaitan dengan BPHTB, persoalannya bukan terletak pada tentang banyaknya peraturan yang diterapkan akan tetapi seberapa jauh kemampuan melaksanakan dan mematuhi peraturan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertanyaannya sejauh mana pemegang hak dan amanat konstitusional mampu menempatkan peraturan secara proforsional dan profesional agar PNBP benar – benar berada pada posisi sebenarnya sebagai salah satu sumber pendapatan bagi keuangan negara dan BPHTB sebagai sumber Pendapatan Asli Derah (PAD) dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan negara memajukan kesejahteraan umum dan APBN berada pada posisi sesuai dengan Proforsi yang sebenarnya dan tidak mengalami pergeseran makna menjadi Anggaran Penambah Beban Negara. Sekali lagi kembali ditegaskan bahwa hukum tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa moralitas (Quid leges sine moribus).
Jika hukum mampu ditegakan sebagaimana mestinya tentunya tidak akan terjadi suatu keadaan sebagaimana yang diungkap oleh Lord Acton dengan pandangan yang menyatakan bahwa Korupsi dan Kekuasaan ibarat dua sisi mata uang, Korupsi selalu mengiringi perjalaan Kekuasaan dan sebaliknya Kekuasaan merupakan pintu masuk bagi tindakan Korupsi, dengan addagiumnya Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely (Kekuasaan itu cenderung Korup dan Kekuasaan yang Absholut akan cenderung Korup Absholut).
Ada Postulat yang mengatakan bahwa Korupsi mengikuti watak kekuasaan jika kekuasaan tersentralistis maka korupsipun akan mengikuti wataknya tersentralistis juga. Semakin tersentralisasi maka akan semakin hebat pula korupsi dipusat kekuasaan tersebut.
Sebaliknya jika yang terjadi adalah pada ranah otonomi maka korupsipun mengikuti sejajar dengan otonomi itu. Karena kekuasaan berpindah dari satu pusat kekuasaan ke banyak pusat kekuasaan yang otonom maka korupsi akan mengikutinya berpindah ke banyak pusat kekuasaan.
Diperlukan ketegasan Pemerintah menyelenggarakan urusan Konkuren Pemerintah terutama Pejabat Negara yang berhubungan secara langsung dengan Perekonomian dan Sumber Daya Alam, misalnya Kepala Biro pada pemerintahan yang harus memiliki kemampuan dan kompetensi dalam menyusun dan menjalankan kebijakan menyangkut sumber Pendapatan Negara dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), dan Kuota 20% yang menjadi Hak Masyarakat setempat.
Tidak hanya sebatas itu persoalan lainya yaitu menyangkut tentang Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Air Tanah, Pajak Air Komersil, sesuai dengan perhitungan Nilai Perolehan Air (NPA), Kebijakan dan Kompetensi serta Sertifikasi tenaga pemeriksa pada Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah sebagai pintu masuk bagi PAD.
Terutama tentang Sertifikasi tenaga pemeriksa yang akan berpengaruh pada kwalitas dan kredibilitas pemeriksaan yang termasuk pada kategori hasil pemeriksaan bodong atau tidak sah (cacat hukum) yang berakibat pada pendapatan yang didapat oleh Kas Daerah adalah pendapatan Illegal.
Ini semua menunggu dan membutuhkan suatu kebijakan dari Pejabat yang memiliki hak dan kewenangan yang melekat pada kedudukan dan jabatan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumber Pendapatan bagi Keuangan Negara/Daerah dan Sumber Daya Alam.
Termasuk kemampuan tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kawasan Parkir terutama di daerah – daerah yang banyak potensi pendapatan dari perparkiran seperti daerah-daerah yang terdapat Pabrik Kelapa Sawit yang hak pengelolaan dan penguasaan serta pemanfaatan tanahnya diberikan oleh negara.
Suatu keharusan dan kewajiban yang menuntut adanya kesadaran individu pejabat yang mengerti tentang Tugas Pokok dan Fungsi menjalankan pemerintahan itu berarti melihat ke depan dan merencanakan apa saja yang akan atau harus dilakukan (Gouverneur C’est Prevoir).
Tidak hanya sebatas kemampuan menebar pesona kedekatan dengan pemimpin serta menjilat guna mendapatkan dan mempertahankan jabatan, agar termasuk dalam Barisan Pengukur Jarak Kedekatan hingga dapat dengan leluasa memberikan Daftar Usulan Kekerabatan dan Keberuntungan menikmati sarana prasarana yang diberikan oleh negara. Dimana Kekuasaan dan Jabatan dipandang sebagai salah satu pintu utama memperkaya diri sendiri.
³4Menyangkut keterangan sebagaimana fakta administrasi menyangkut HGU dan IUP serta Pemasukan Nol Rupiah tersebut mampukah melaksanakan ketentuan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retrebusi Daerah jouncto PP 13 tahun 2010 sebagaimana yang telah digantikan dengan PP 128 tahun 2015 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Agar PNBP dan BPHTB benar-benar dapat diwujudkan untuk menerapkan konsep campur tangan pemerintah dalam mencapai tujuan negara pada negara yang menganut paham negara kesejahteraan (Welfare State) dan serta akan menempatkan hukum benar-benar sebagai alat sosial kontrol.
Hukum dibuat, jika tidak maka orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas (Inde Datae Leges be Fortior Omnia Posset).
Oleh: Jamhuri – Direktur Eksekutif LSM Sembilan