Bentuk – bentuk campur tangan pemerintah tidak terlepas dari tujuan negara sebagaimana amanat alinea ke empat pembukaan (Preumble) Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk itu pemerintah melakukan aktivitas pembangunan dengan segala macam bentuk kebijakan yang disertai dengan penetapan ketentuan peraturan perundang – undangan agar kebijakan dimaksud memiliki payung dengan kepastian serta memiliki konsekwensi hukum agar pemerintah tidak melakukan perbuatan yang menggambarkan suatu perbuatan yang merupakan praktek premanisme ala Cartel atau Sindikat Mafia.
Campur tangan pemerintah dapat dibenarkan berdasarkan perspektif keadilan distributif yang merupakan konsep keadilan yang menghendaki setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya secara proporsional, yaitu hak hidup layak sebagai manusia sesuai dengan harkat dan martabat manusiawi sebagai manusia.
Selain itu, campur tangan pemerintah dapat pula dijelaskan dari teori pilihan publik, yang menjelaskan campur tangan terjadi karena suatu keadaan ketika badan regulasi yang didirikan demi kepentingan umum malah memenuhi kepentingan politik atau komersialisasi bagi kelompok-kelompok tertentu yang mendominasi industri atau sektor yang seharusnya diregulasi (regulatory capture),
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena keinginan untuk melayani masyarakat berubah serta mengarah pada kepentingan birokrat, dan keinginan untuk membuat sumber pendapatan oknum tertentu yang berposisi atau berada di lingkaran kekuasaan sang penguasa. Terdapat banyak klasifikasi atau golongan penguasa tergantung pada lingkungan dimana kekuasaan sang penguasa berada, bisa saja dengan sebutan raja – raja kecil.
Dengan berbagai macam cara, perbuatan beberapa oknum birokrat menimbulkan kesan tidak lagi melayani sebaliknya meminta dilayani oleh masyarakat. Suatu penampakan terbalik dalam alam demokrasi dimana rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, disadari atau tidak telah berubah menjadi pelayan birokrat yang berada pada kasta terendah.
Suatu gambaran konsep keadilan distributif dan komitmen organisasi dengan pola gotong royong yang tergambar dengan lomba panjat pinang, dimana kondisi saling pijak menjadi hukum tak tertulis atau sebagai suatu kesepakatan saling mengerti antara satu sama lainnya berdasarkan hubungan emosional kelompok yang menetapkan cara dan pilihan dan hanya ada Satu orang pemanjat yang sampai ke titik puncak yang dinobatkan sebagai orang yang paling hebat dan kuat pemilik hak mutlak untuk berbuat dan bertindak sebagai pengambil atau pemetik hadiah yang tersedia dan disediakan.