Konsep Dynamic Governance terlahir dari suatu pemikiran untuk menempatkan ide dan gagasan ataupun Inovasi sebagai suatu keharusan bagi pemerintah, dimana inovasi itu sendiri berada dan berawal dari pikiran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh (Van Vierlo, 1996), yang memberikan pengertian bahwa Inovasi menjadi suatu keharusan yang mesti dilakukan agar keberadaan pemerintah menjadi bermakna di mata rakyatnya.
Sementara istilah governance itu sendiri memiliki suatu pengertian dengan merujuk pada hubungan antara pemerintah atau negara dengan warganya sehingga memungkinkan berbagai kebijakan dan program dapat di rumuskan, diimplementasikan, dan dievaluasi, yang di dalamnya mengandung unsur – unsur pengaturan, pengelolaan, pemberdayaan, pemberi fasilitas regulasi, pelaksanaan pelayanan, dan pengawasan, serta pengendalian, sehingga janji politik dapat direalisasikan sebagaimana mestinya sesuai dengan yang dijanjikan dan bukan sekedar isapan jempol bayi kekurangan air susu ibu (ASI).
Sehingga diera reformasi dimana masyarakat semakin kritis, maka setiap kebijakan publik dapat menimbulkan aneka ragam persefsi dan asumsi bahkan tak jarang melahirkan tudingan miring terhadap pelaku pengambil kebijakan yang dinilai hanya mengedepankan egosentris dan ego sektoral yang dikecam hanya sebagai kegiatan tebar pesona dan pencitraan semata – mata demi menutupi ketidakmampuan dalam mengemban amanah sebagai seorang Pemimpin serta demi kepentingan mengambil keuntungan dan mempertahankan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Suatu pemikiran yang mampu membuat terjadinya pergeseran pandangan dan keyakinan bahwa kekuasaan adalah sumber dari segala – galanya terutama menyangkut rezeki, dengan konotasi dan analog serta terminologi rezeki adalah uang, dimana kekuasaan dijadikan jalan dan sekaligus sebagai pintu bagi mempermudah kedatangan rezeki, dengan uang dengan mudahnya kekuasaan didapat dan dipertahankan dan dengan uang akan didapat kehormatan serta secara otomatis akan merubah tatanan status sosial, tiada kekuasaan tanpa uang, begitu juga sebaliknya tiada uang tiada kekuasaan.
Suatu keadaan semacam transaksi jual beli pada suatu pasar ataupun dealer yang merupakan suatu pemikiran pengkultusan dengan menjadikan sesuatu barang atau benda mati dijadikan sebagai sesuatu yang hidup dan memiliki serta memberikan kekuasaan, tanpa disadari manusia tidak lagi memiliki kemampuan menempatkan diri sebagai pengendali akan tetapi sebaliknya manusia diperbudak oleh Kekuasaan dan Uang.
Oleh: Jamhuri – Direktur Eksekutive LSM Sembilan