Oleh: Jamhuri – Direktur Eksekutive LSM Sembilan.
Ultimatum.id,JAMBI – Keberadaan Pohon dan rerumputan serta Ilalang pada suatu kawasan hutan belantara ataupun rimba raya menyajikan suatu karya seni yang memiliki nilai artistik tinggi tak terukur berupa symponi siklus kehidupan bersama penghuni hamparan lahan dengan ukuran keluasan tertentu.
Pada massanya Ilalang dan rerumputan akan kalah dalam segala hal dari pepohonan, baik dari sisi sifat pertumbuhan berupa tingkat kekerasan physik dan ketinggian maupun kedalaman serta luasnya sebaran akar – akar pohon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenyataannya dalam rimba raya jarang sekali bahkan dapat dikatakan tidak ditemukannya keberadaaan ilalang dan rerumputan, bisa jadi rerumputan dan ilalang yang mengorbankan diri untuk kebesaran sang pohon yang tinggi menjulang.
Keberadaan rerumputan dan ilalang di hutan belantara sangat sedikit sekali bahkan dapat dikatakan hanya sebatas kebutuhan burung bertengger dan menumpang untuk membuat sarang sebagai tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu.
System yang diterapkan oleh pohon mampu merubah rumput dan ilalang yang siap mengorbankan diri membusuk untuk dijadikan sebagai pupuk subur ataupun sebagai makanan untuk kemakmuran dan kebesaran serta menjulang tingginya sang pohon.
Rerumputan dan ilalang yang semula senang dengan tumbuhnya pohon yang kerimbunannya diharapkan akan membuat keduanya akan terlindungi oleh teriknya sengatan sinar matahari dan derasnya kucuran atau siraman air hujan, ternyata pada massanya keduanya harus membusuk dan berubah menjadi makanan empuk dan lezat bagi pohon yang semula sangat diharapkan.
Harapan tinggallah harapan pohon tetap tumbuh besar dan kokoh serta menjulang tinggi
Setinggi apapun ilalang tidak akan pernah menandingi ketinggian dan kebesaran sebatang pohon, apalagi pohon memang tidak pernah punya otak, tidak semua yang punya otak bisa berpikir dan memikirkan.
Pohon hanya tahu bagaimana menikmati system yang tercipta untuk memakan rerumputan yang membusuk bahkan daunnya yang gugur dan membusuk pun tetap dimakan oleh sang pohon.
Pohon tidak lah buas dan kejam, kebuasan dan kekejamannya tercipta dengan sendirinya sebagai suatu siklus kehidupan di alam kehidupan bersama.
Semacam suatu system atau siklus dengan prinsip menghilangkan dan dihilangkan, dimana menghilangkan kenangan jasa rerumputan dan ilalang serta dihilangkan kesadaran bahwa daun yang gugur dan membusuk adalah bagian dari tubuhnya sendiri.
Satu – satunya yang ada dan nyata bagi pohon hanyalah bertambah besar dan kokoh serta semakin menjulang tinggi.
Secara tidak langsung pohon menerapkan konsep ilalang dan rerumputan hanyalah sebuah pelengkap pemenuh kebutuhan dan keinginan sang pohon.
Bahkan makhluk kecil dan haluspun berupa jasad renik yaitu kutu dan kuman serta bakteripun hanya dijadikan alat dalam mempermudah pohon menerima dan menyantap makanan.
Hanya cacing – cacing dan jasad renik yang bertubuh kecil dan lembut yang dapat menikmati sejuknya naungan sang pohon walaupun untuk itu cacing hanya memakan tanah lembut yang akan kembali dikeluarkan menjadi makanan bagi sang pohon.
Baik Ilalang dan rerumputan maupun jasad renik hanyalah mampu menunggu dan berharap dengan doa kapankah semua symponi ini akan berubah dan berakhir serta berganti dengan suatu symponi keseimbangan hukum alam.
Ilalang dan serta yang lainnya lupa bahwa pohon tidak akan pernah menginginkan akhir dari kisah suatu alunan symponi kebesaran dan ketinggian.
Tidak satupun pohon yang besar dan tinggi menjulang yang akan mempekecil dan merendahkan diri, dimana kedua – keduanya adalah suatu kelemahan dan kekalahan.
Pohon hanya tahu kebesaran dan kekuatan serta ketinggian adalah sebuah kebenaran.