Ultimatumnews,JAMBI – Menyangkut pemberitaan media massa tentang Proyek infrastruktur jalan Inpres di dua titik di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, yaitu jalan Parit Selamat-Kuala Mendahara sepanjang 9,7 Km yang seyogyanya harus dikerjakan oleh pihak PT Bima Arjuna Prakasa dengan nilai kontrak sebesar Rp 42 miliar, dan jalan Tugu PMD-jalan Poros Kuala Jambi menuju ke jalan Jerambah Beton Kampung Laut sepanjang 8 Km yang seyogyanya harus dikerjakan oleh pihak PT. Tarum Jaya Mandiri dengan dengan nilai kontrak sebesar Rp 35 miliar, dengan total anggaran dari kedua kegiatan tersebut menelan biaya senilai Rp 77 miliar.
Perhatian publik terfokus pada penilaian tentang kwalitas profesionalitas kedua pihak ketiga ataupun rekanan yang kedua-duanya terkesan memiliki kesamaan dalam cara berpikir untuk secara bersama-sama tidak melakukan kegiatan pekerjaan sama sekali atau sama-sama untuk tidak bertanggungjawab atas perikatan yang telah dijadikan Undang-Undang bagi para pihak tersebut, yang seakan-akan sedang melakoni peranan yang sudah terkonsep dan tertata sedemikian rupa dan disusun oleh sutradara yang menginginkan suatu pertunjukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kesamaan dalam cara berpikir yang seakan-akan telah tertata sedemikian rupa dengan motivasi dan orientasi yang terlahir dari cacat nalar dan cacat logika serta sesat pikiran sehingga menghasilkan suatu polemik dari pemenuhan suatu kebutuhan masyarakat akan infrastruktur atas penantian masyarakat yang menunggu perwujudan dari bentuk campur tangan pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum sesuai dengan azaz yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu negara kesejahteraan (welfare state).
Perkembangan terakhir polemik tersebut yaitu dengan adanya tindakan saling tuding tentang pihak siapa yang harus paling bertanggungjawab antara pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IV dengan pihak Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK), bak sekolompok anak kecil yang sedang berebut mainan. Kedua belah pihak bak sedang berada pada suatu pertunjukan panggung cuci tangan buang badan yang mempertontonkan begitu rendahnya kredibilitas dan akuntabilitas oknum yang menduduki jabatan sebagai pejabat negara pada kedua institusi pemerintah tersebut.
Kedua belah pihak terkesan sama-sama melupakan akan beban tanggungjawab jabatan serta telah dengan sengaja melupakan kesadaran bahwa satu-satunya penyebab kegagalan ataupun kekalahan adalah kesalahan, yang teramat sangat identik dengan niat jahat.
Polemik ini merupakan masalah serius, dan diyakini tidak akan pernah bisa menemukan solusinya dengan adanya aksi saling tuding tersebut, bahkan pertunjukan tersebut hanya merupakan panggung-panggung pertunjukan murahan atau picisan dengan aktor-aktor beserta sutradara amatiran. Sutradara dan aktor atau aktris yang jangankan untuk melaksanakan atau mentaati, untuk memahami Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) saja pun mereka terkesan tidak mampu.
Semula sejak polemik ini mencuat sudah dapat diprediksi bahwa kejadian diatas panggung anggaran tersebut terkesan amat sangat tidak adil jika hanya meminta pertanggungjawaban pihak kontraktor saja, yang seakan-akan pihak Pengguna Anggaran (PA) dan/atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK) tidak harus memikul tanggungjawab apapun atau akan terlepas dari segala bentuk pertanggungjawaban hukum atas beban tanggungjawab jabatan yang diemban yang dari situ membuat dirinya mempunyai hak dan kewenangan dalam mempergunakan dan mengelola keuangan negara.
Pemutusan kontrak bukanlah penyelesaian persoalan tersebut dan satu-satu solusinya harus dilakukan proses hukum yang diawali dengan melakukan audit investigasi oleh pihak yang berkompeten seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna untuk membuktikan sejauh mana potensi kerugian keuangan negara terjadi atas penarikan atau pembayaran uang muka sebesar 20 % dari nilai kontrak pekerjaan jalan tersebut kepada pihak ketiga.
Sebab nilai nominal sebesar Rp. 15,4 miliar atas uang muka tersebut bukanlah angka kecil yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan Audit Investigasi yang sesuai dengan norma atau kaidah hukum pembuktian guna membuktikan sejauh mana pelaksanaan Instruksi Presiden yang dimaksud sesuai dengan beberapa aspek hukum, terutama jika dilihat dengan perspektif hukum administrasi perencanaan.
Termasuk membuktikan ada atau tidaknya niat jahat ataupun kesalahan yang sengaja yang dilakukan oleh para oknum yang berada dilingkaran proses tender pelelangan kegiatan yang dimaksud, melihat persoalan tersebut dengan mempergunakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Termasuk mempergunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, serta tidak kalah pentingnya yaitu dengan mempergunakan perspektif Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang System Perencanaan Pembangunan Nasional.
Agar penggunaan uang rakyat tersebut tidak hanya sebatas ornamen pelengkap keindahan panggung politik populeritas ataupun hanya merupakan panggung cuci tangan buang badan oknum pejabat yang berlindung dibalik kata-kata pengabdian guna menutupi kerapuhan diri untuk lepas dari desakan godaan jabatan penakluk hati nurani yang dibisikan oleh birahi haus kekayaan.
Disinilah letaknya kebutuhan akan penegakan hukum, agar dapat diwujudkan kemanfaatan hukum sesuai dengan tujuan dan fungsi hukum. Tanpa kemanfaatan hukum maka keadilan dan kesejahteraan umum hanyalah merupakan sebuah ilusi semata. Hukum yang benar-benar merupakan kebenaran terlepas dari dalih dan dalil pembenaran, yaitu hukum yang hidup sebagai jiwa rakyat (volksrect) dan yang merupakan intuisi hidup masyarakat, agar ekspektasi masyarakat benar-benar terwujud sebagaimana mestinya.
Oleh : Jamhuri-Direktur Eksekutif LSM Sembilan