Ultimatum.id, JAMBI – Bak menghadapi benang kusut kemacetan yang disebabkan oleh angkutan si Emas Hitam sampai kapanpun tidak akan pernah selesai sebagaimana mestinya, bahkan terkesan sengaja diciptakan sebagai panggung publikasi gratis dengan penampilan tokoh-tokoh piguran yang sama sekali tidak memiliki kompetensi substansi persoalan yang sebenarnya.
Gubernur Jambi terkesan seperti kisah dalam bahasa majas, seperti orang buta tanpa tongkat dilepaskan ditengah kegelapan, secerdas apapun seorang gubernur tidak akan pernah mampu melakukan perbuatan yang sama sekali tidak pernah diketahuinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itulah negara memberikan amanat untuk membentuk kabinet pembantu agar yang bersangkutan tidak terkesan hanya mampu berretorika semata.
Atau mungkin identik dengan filosofi Ikan dan Ular, Apapun jenis dan seberapapun ukuran fisiknya selalu busuk dari lingkaran kepala begitu juga dengan Ular apapun jenis dan seberapapun ukuran fisiknya bisanya selalu dari lingkaran kepala atau sederhananya kondisi fisik dipengaruhi oleh kwalitas lingkaran kepala atau secara ilmia dapat disimpulkan cara pemikiran dan kwalitas pikiran bisa mengontrol tindakan.
Belum diketahui secara pasti apakah memang Gubernur telah salah menggunakan cara dalam memilih dan membentuk kabinet, hingga terkesan tidak mampu menempatkan ekspektasi masyarakat berada pada posisi sebagaimana mestinya.
Sejumlah tindakan yang dilakukan menunjukan kesan kwalitas warna pemikiran yang sama sekali tidak memiliki nilai – nilai kompetensi profesionalitas keahlian pada bidangnya masing-masing, hingga lebih terkesan kemacetan itu sendiri sengaja dipelihara demi satu kepentingan politik kekuasaan.
Diantara kebijakan menyangkut polemik angkutan batubara yang disinyalir tidak memenuhi persyaratan baik formil maupun materil serta tidak memenuhi persyaratan keabsahan hukum dan keabsahan perbuatan serta tidak memiliki alasan apapun untuk dilakukan diskresi.
Dimana dari segi regulasi seperti pemberlakuan Surat Edaran Gubernur Jambi nomor: 1448/SE/DISHUB-3.1/XII/2021 tanggal 7 Desember 2021 tentang penggunaan jalan publik untuk angkutan batubara, TBS, Cangkang, CPO dan Pinang antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi guna mengatur pengangkutan batubara di Provinsi Jambi yang merupakan produk Dinas Perhubungan Provinsi Jambi.
Selain daripada itu Gubernur juga membuat komitmen bersama para pemegang Izin Usaha Pertambangan nomor: S-3006/DESDM-3.2/XII/2021 tertanggal 10 Desember 2021 sebagai upaya mengatur pengangkutan batubara di Provinsi Jambi.
Serta membuat Keputusan Gubernur Jambi nomor: 675/KEP.GUB/SETDA-PRKM-2.2/2022 tanggal 24 Januari 2022 tentang Pembentukan Tim Teknis Izin Jalan Khusus dalam Provinsi Jambi.
Kebijakan yang dinilai mampu merubah tatanan hierarki dan azaz penegakan hukum dimana Surat Edaran seakan-akan mampu mengesampingkan aturan yang lebih tinggi atau secara jelas mengesampingkan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor : 13 tahun 2012 tentang Pengangkutan Batubara Dalam Provinsi Jambi dan Peraturan Gubernur Jambi Nomor : 18 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengangkutan Batubara.
Bahkan terkesan tidak ada niat baik Pemerintah Provinsi Jambi untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perda dimaksud yang bersifat mengikat dengan amanat : ”Setiap pengangkutan batubara dalam Provinsi Jambi wajib melalui Jalan khusus atau Jalur sungai”.
Serta ketentuan ayat (2) pasal dimaksud dengan pemberian batas waktu ataupun bersifat liminatif dengan amanat : “Kewajiban melalui jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus siap selambat – lambatnya Januari 2014.
Surat Edaran Gubernur dimaksud menimbulkan persefsi tentang bagaimana lemah dan/atau takluknya hukum serta wibawah Pemerintah di bawah kekuasaan kaum Kafitalis, sementara dari sisi moneter atau penggunaan anggaran ataupun keuangan Daerah/Negara kebijakan yang terkesan hanya kebijakan asal jadi, seperti penyelesaian masalah jalan Talang Duku dimana Gubernur dihadapan warga masyarakat menjanjikan menyiapkan anggaran guna membantu kekurangan anggaran perbaikan jalan sebagaimana tuntutan warga yang seharusnya menjadi tanggungjawab sejumlah perusahaan yang dikecam oleh warga sebagai penyebab utama kerusakan jalan tersebut.
Disamping itu terdapat kebijakan lain berupa penggunaan anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Jambi tahun 2022 senilai Rp. 50.000.000.000,00 (Lima Puluh Miliar Rupiah) dengan peruntukan membangun jalan alternatif pengurai kemacetan sebagai akibat dari membludaknya jumlah armada angkutan Batubara dengan akumulasi yang mencapai angka 10.000 sampai dengan 15.000 Unit Mobil Truck, dan pengerjaan dilakukan oleh pihak TNI dengan pola TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD).
Sementara itu Kepala Biro Ekonomi dan Sumber Daya Alam Setda Provinsi Jambi telah membuat pernyataan resmi dihadapan awak media bahwa pengerjaan tersebut akan dilakukan oleh pihak PT Putra Bulian Properti selaku investor dan akan melaksanakan ground breaking trase di lokasi Ground Breaking di Desa Sakean Kecamatan Kumpeh Ulu yang menjadi titik tengah trase.
Dengan panjang rute atau trase awal yang akan dibangun investor sepanjang 88,6 kilometer dan lebar jalan dengan ukuran 30 meter sedangkan target penyelesaian yang disampaikan investor akan dikerjakan selama 18 bulan, serta di prediksi perhitungan investor pembangunan jalan tersebut akan menelan biaya atau yang harus dikucur senilai Rp1,2 triliun.
Baik sebagian maupun secara keseluruhan kebijakan sebagaimana diatas sama-sama tidak memberikan kepastian hukum, apalagi kebijakan tentang jalan khusus yang dibiayai oleh investor disinyalir tidak dilengkapi dengan clausul tentang bentuk kerjasama dimaksud apakah menggunakan system Build Operate Transper (BOT) ataukah Build, Transfer, Operate (BTO) atau Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI).
Sejauh ini belum terlihat adanya keseriusan dengan konsep kerja sebagai upaya nyata Pemerintah untuk membesarkan PT. Jambi Indoguna Internasional (JII) agar tidak terkesan menjadi boneka hidup sebagai lahan subur bagi Koruptor atau hanya sebagai pengguna Anggaran Penambah Beban Daerah dan tidak tindakan nyata non budgetter sebagai upaya membantu untuk membesarkan Bank Daerah Jambi sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang diberikan kesempatan untuk membangun dan mengelola angkutan khusus dimaksud.
Justru kemacetan semakin parah terjadi setelah adanya kebijakan yang dibuat dan diterapkan, bahkan disinyalir tidak satu kebijakan pemerintah pun yang memperhatikan tentang kerugian yang diderita oleh masyarakat korban kecelakaan lalu lintas dan/atau setidak-tidaknya memperhatikan kerugian masyarakat korban kemacetan, seperti pedagang sayur-sayuran yang barang dagangannya terpaksa membusuk dijalan, pasien yang tidak bisa sampai kerumah sakit tepat waktu karena terjebak oleh kemacetan.
Suatu keadaan yang melahirkan sikap pesimistis terhadap pemikiran pembuat kebijakan yang memiliki kemampuan non janji yang akan melahirkan penyelesaian masalah tanpa diikuti kepentingan kekuasaan dan jabatan.
Baik sebagian maupun secara keseluruhan kebijakan yang diambil terkesan jauh panggang dari api atau sama sekali jauh dari pengertian Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), terutama pada instansi yang berhubungan langsung dengan masalah penggunaan fasilitas jalan yaitu Dinas Perhubungan dan permasalahan yang menuntut kebijakan profesionalitas pejabat pada Biro Perekonomian dan Sumber Daya Alam Sekretariat Pemerintah Daerah Provinsi Jambi.
Walau setinggi apapun kwalitas kecerdasan seorang Gubernur tidak akan berarti sama sekali tanpa didukung oleh kemampuan intelektual kabinet pembantu yang teruji cerdas, contohnya sampai dengan saat ini tidak satupun kebijakan Pemerintah Provinsi dapat dikatakan benar dan tepat dalam mengatasi persoalan yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat khususnya tentang angkutan batubara.
Mungkin saja Gubernur lupa dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nelson Mandela dengan kata – kata bijaknya “Pimpin dari belakang dan biarkan orang lain percaya bahwa mereka ada di depan.”, serta ada kemungkinan yang bersangkutan gagal dalam memahami pandangan Ronald Reagan yang menyatakan “Pemimpin terhebat belum tentu dia yang melakukan hal-hal terbesar, Namun, dialah yang membuat orang melakukan hal-hal terbesar.”
Bahkan terkesan merupakan kebijakan salah kaprah, seperti pembentukan Satuan Tugas Pengawas (Satgaswas) dengan menempatkan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) sebagai salah satu indikator tim tersebut, disini sepertinya Gubernur lupa tentang peranan dan/atau Tugas Pokok dan Fungsi Satpol PP sebagai Penegak dan Pengawal Perda, serta lupa tentang kriteria dan status jalan, apakah jalan Nasional, jalan Provinsi ataukah jalan Kabupaten/Kota dan sejak Kapan Satpol PP berhak melakukan tindakan hukum dalam mengatur masalah Lalu Lintas, suatu kebijakan yang diperkirakan merupakan hasil dari macetnya cara berpikir.
Benar-benar merupakan suatu gambaran tentang buramnya potret tatanan birokrasi Pemerintahan yang menempatkan kepentingan akan hajat hidup orang banyak terjepit berada diantara kepentingan moneter dan kekuasaan serta status sosial, wajar saja jika dinilai kebijakan yang ada hanya sekedar pelipur larah dalam angan-angan semata atau hanya sebagai langkah jurus umbar janji pemberi harapan palsu belaka.
Oleh, Raden Jamhuri Direktur eksekutif LSM Sembilan Jambi