Ultimatum.id,MUARO JAMBI – Tujuan Negara tidak akan pernah tercapai selama pemahaman terhadap Pasal 33 ayat (3) UUD’45 masih bersifat multi tafsir. Sejumlah ketentuan peraturan perundang – undangan dalam pengelolaan barang milik negara/daerah terkesan hanya merupakan ornamen hiasan keberadaan dan kedaultan pemerintah.
Khususnya dalam pemanfaatan aset negara/daerah berupa tanah jauh dari konsef – konsef negara kesejahteraan (Welfare Staat), dengan kesan aset negara diperuntukan bagi golongan tertentu dengan tolak ukur kedekatan dengan oknum tertentu.
Sebagai negara hukum ulah oknum membuat hukum hanya sebagai hiasan tanpa mampu berbuat melindungi hak – hak masyarakat yang layak dan pantas untuk mendapatkannya dari negara, dan hanya dijadikan pemenuh persyaratan administrasi kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU). Dari sini lahirlah hak – hak over kafasitas pemegang hak pemberian HGU dimaksud tanpa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Contohnya Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor 75 tahun 1984 tentang pencadangan Lahan Perkebunan Tebu seluas 21.000 Ha (Dua Puluh Satu Ribu Hektar), tidak menghasilkan satu batang tebupun, bahkan di hamparan lahan yang terletak di Kecamatan Sungai Gelam sampai ke Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi tersebut tumbuh subur Kelapa Sawit milik sebuah korporasi sebagai pemegang HGU.
Disamping itu pada kawan lahan dimaksud juga terdapat lahan perkebunan Sawit yang ditetapkan sebagai lahan milik Koperasi Pegawai Negeri Kantor Gubernur Jambi seluas lebih kurang 1200 Ha (Seribu Dua Ratus Hektar). Sampai dengan saat ini masyarakat dan PNS anggota KPN dimaksud tidak pernah mengetahui secara persis manfaat dari kebun – kebun dimaksud.
Sepertinya mimpi indah tentang peranan pihak berkompeten dengan tupoksi meningkatkan perekonomian masyarakat masih tetap akan berlangsung dengan tanpa limit atau tidak akan pernah berakhir selama pihak berkompeten dimaksud masih terlena dengan indahnya kedudukan dan jabatan.
Oleh : Jamhuri