Ultimatum.id,JAMBI – Sepertinya Dua tahun terakhir ini (2022/2023) adalah merupakan batu ujian untuk mengukur mutu ataupun kwalitas dari pemahaman dan ketaatan Pemerintah terhadap instrument hukum berupa Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) bahkan terkesan merupakan era gelap kekuasaan bagi pemerintahan rezim Jambi Mantap.
Dimana pada Tahun Anggaran 2022 terjadi Sisa Lebih Anggaran (SiLPA) mencapai nilai nominal ± sebesar Rp. 631.46 Miliar dan pada Tahun Anggaran 2023 pada Semester Pertama telah terjadi Defisit anggaran dengan nilai nominal ± sebesar Rp. 449 Miliar. Sepertinya kedua hal inilah yang membuat Pemerintah Provinsi Jambi mengalami kepanikan yang luar biasa dahsat.
Kepanikan yang mampu menjadikan Pemerintah Provinsi Jambi bertingkah seperti anak kecil yang kehilangan mainan hingga mengambil langkah hukum ataupun kebijakan publik sesat dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor: 05/SE/TAPD/VII/2023 tertanggal 18 Juli 2023.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SE tersebut tentang Penundaan Belanja yang tidak prioritas, dengan tanpa memperhitungkan segala macam bentuk dan akibatnya yang akan menimbulkan kesan adanya upaya melepaskan diri dari beban tanggungjawab kekuasaan dimana Dosa Pemerintah menjadi Derita bagi rakyat beserta dengan segala konsekwensi yuridisnya.
Sepertinya Pemerintah Provinsi Jambi menciptakan warna baru hierarki hukum hingga Surat Edaran terkesan diyakini dapat merubah ataupun menunjukan bahwa Perda Nomor 1 tahun 2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023 tidak memiliki fungsi untik mewujudkan kepastian hukum (rechtszekerheid/legal certainty) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Tidak hanya sebatas itu, kiranya Surat Edaran tersebut dan Undangan Rapat Rasionalisasi Anggaran beberapa waktu yang lalu terkesan merupakan sebuah upaya nyata dari Pemerintah Provinsi Jambi merubah amanat konstitusional sebagaimana ketentuan Pasal 25 huruf c Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Yang mana dengan amanat bahwa: ”Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD”, serta mengangkangi hak dan kewenangan Legislatif sebagai pemegang hak legislasi serta hak dan kewenangan pihak Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan Evaluasi dan Harmonisasi terhadap Peraturan Daerah yang dimaksud.
Oleh : Jamhuri-Direktur Eksekutif LSM Sembilan